Kajian ilmu astronomi dalam Islam biasa dikenal dengan
istilah Ilmu Falak. Namun ada pergolakan dalam membedakan antara ilmu
perbintangan dan ilmu astronomi. D.G. Fories dan A.G. Dickstehour mengatakan
dalam bukkunya “Sejarah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” bahwa munculnya
ilmu astronomi baru telah melenyapkan ilmu perbintangan. Namun ilmu
perbintangan telah banyak membantu kemajuan ilmu stronomi pada abad-abad
pertengahan, membantu terbukanya observasi-observasi astronomis, memperbaiki
alat-alat yang dipergunakan oleh para astronomis, dari sinilah berangkat ilmu
astronomi mendapat kedudukan dalam sejarah ilmu pengetahuan.
Sedangkan Ali
Muhammad Ridlo mengatakan dalam bukunya “Asrul Islam Ad Dzhahabi” : Ilmu
astronomi bukan ilmu perbintangan. Falak adalah ilmu, akan tetapi perbintangan
bukan ilmu. Ilmu astronomi
membahas tentangkeluarga tata surya, diantaranya bumi yang kita tempati
sekarang ini. Dan juga membahas tentang garis edar planet-planet, jarak antara
masing-masing planet, kemiringan perjalanannya, dan jauhnya dari matahari.
Kesemuanya ini merupakan pembahasan-pembahasan ilmiah yang didasarkan pada
peneropongan, observatorium serta alat-alat astronomis lainnya. Hal ini berbeda
dengan perbintangan yang dihubung-hubungkan manusia dengan masalah kebahagiaan
atau kemalangan.di dalam perbintangan, orang berusaha mengetahui hal-hal ghaib.
Di
dalam buku Al Islam Fi Hadlratihi wa Nidlohimi, Anwar Ar rifa’i menyatakan
bahwa pada tahun 155 H/737 M orang Arab mulai menerjemahkan sebuah buku karya
Hermes yaitu “Miftah an Nujum”. Pada masa daulah Abbasyiyah, yakni abad
III Hijriyah, ilmu falak mulai mengalami kemajuan yang berarti. Kegiatan
penerjemahan karya-karya ke dalam bahasa Arab mulai di giatkan. Diantara
karya-karya itu adalah Kitab Siddhantha Barahmagupta dari seorang
pengembara India yang diserahkan pada pemerintah Al Manshur dan diterjemakan
oleh Muhammad Al Fazari. Siddhantha Aryabhrata diterjemahkan oleh Ya’qub
ibnu Thariq. Sedangkan Almagest karya ptolomeus diterjemahkan oleh
Hunain bin Ishaq.
Selain
itu, masih ada beberapa karya yang diterjemahkan, yaitu The Sphere in
Movement karya Antolycus, Ascentions of The Signs karya Aratus, dan Introduction
to Asrronomiy karya Hipparchus. Karya-karya ini tidak hanya sekedar
ditejemahkan, aka tetapi kemudian ditindaklanjkuti dengan penelitian-penelitian
baru yang berkelanjutan sehingga menghasilkan teori-teori baru.
Dari
sini kemudian muncul tokoh falak di kalangan umat Islam yang sangat
berpengaruh, yaitu Abu Ja’faar bin Musa al-Khawarizmi (780 847 M), melalui
beberapa penemuan, yaitu penemuan angka nol (0), sehingga terciptalah sistem
pecahan desimal sebagai kunci terpenting dalam pengembangan ilmu hisab,
penyusunan pertama tabel trigonometri daftar logaritma yang masih berkembang hingga
sekarang, serta penemuan kemiringan zodiac sebesar 23,5 derajat atas ekuator.
Adapun kitab-kitab karya al – Khawarizmi antara lain, al-Mukhtashar fi Hisab
al-Jabr wa al-Muqabalah yang sangat berpengaruh terhadap pemikiran para
cendekiawan Eropa, hingga diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Chester pada tahun
1140 M, dan Surah al-Ardl.
Pada
masa kholifah Al Makmun juga menghasilkan data-data yang berpedoman pada buku Shindhind
yang disebut “Tables of Makmun” dan oleh orang Eropa mengenalnya dengan
sebutan “Astronomos”. Pada perkembangan selanjutnya, muncul banyak tokoh
falak yang diantaranya :
- Abu Ma’syar Al Falaky (788 – 885 M), adalah seorang ahli falak dari Khurasan. Dia menemukan adanya pasang naik dan pasang surut air laut sebagai akibat posisi bulan terhadap bumi. Karyanya antara lain, al-Madkhal al-Kabir, Ahkam wal-Sinni wal-Kawakib, Itsbat al-Ulum, dan Haiat al-Falak.
- Ibnu Jabir al-Baattany (858 – 929 M), dikenal dengan sebutan AlBatenius. Karyanya yaitu memperbaiki perhitungan yang ada di dalam buku karya Ptolomeus dalam judul baarunya Tabril al-Magesty, disamping karyanya sendiri yang berjudul Tamhid al-Musthafa li Ma’na al-Mamar.
- Abul Raihan Al Biruni (973 – 1048 M), cendekiawan asal paris. Mendapat gelar Ustad fi al-Ulum (maha guru) karena selain ahli perbintangan, dia juga menguasai berbagai disiplin ilmu seperti Matematika, geografi, dan fisika. Karyanya antara lain, Al-Atsar Baqiyyat min al-Qurun al-Khaliyat, dan kitab fenomenalnya yang berjudul Al-Qonun al-Mas’udi fi al-Haiat wa al-Nujumi. Menurut Prof. Ahmad Baiquni, al-Birunilah yang pertama kali membantah teori Ptolomeus, juga dipandang sebagai teori heliosentris.
- Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Katsir al-Farghani, ahli falak terkemuka pada masa kholifah Al Makmun. Di Barat ia lebih dikenal denmgan Al Farganus. Karyanya antara lain, Jawami’ al-Ilm al-Nujum wa al-Harakat al-Samawiyyat, Ushul ilm al-Nujum, Al-Madhkhal ila ilm al-Haiat al-Falak, Futsuluts al-Tsalasain. Semuanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Hispalamsis dari Seville dan Gerard dari Cremona pada tahun 1493.
- Maslamah Abul Qosim al—Majriti (950 – 1007 M), dia berhasil merubah tahun Persi ke tahun Hijriyah dengan meletakkan bintang-bintang sesuai dengan awal tahun Hijriyah.
- Ali bin Yunus (w. 1009 M), meghasilkan sebuah karya yang berjudul Zaij al-Kabir al-Hakimi, yang berisi tentang data astronomi matahari, bulan, dan komet, serta perubahan titik equenox.
- Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965 – 1039 M), karyanya berjudul Kitab al-Manadhir yang kemudian ditrjemahkan ke bahasa Latin dengan nama “Optics” pada tahun 1572
- Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin al-hasan Nashiruddin at-Thusi 1201 – 1274 M), karyanya antara lain, Al-Mutawaaith bain al-Handasah wa al-Haiah, At – Tadzkir fi ilm al-Haiat, Zubdah al hatiah.
- Muhammad Thurgay Ulughbeck (1394 – 1449 M), dia berhasil membangun observatorium, dan karya monumentalnya berupa Jadwal Ulugh Beik (zij Shulthoni). Kemudian muncul Nicholas Copernicus dengan Heliosentrisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar